Ahmad Syauqi Sekeluarga menyampaikan
Selamat ulang tahun Republik Indonesia ke 70 tahun untuk Negara dan Bangsaku: INDONESIA
Ahmad Syauqi Sekeluarga menyampaikan
Selamat ulang tahun Republik Indonesia ke 70 tahun untuk Negara dan Bangsaku: INDONESIA
Material sampah organik dihasilkan setiap hari dan sebagian besar di kembalikan ke lingkungan sekitar kita. Bila material itu sebagai hasil produksi dapat dikategorikan sebagai hasil samping. Seyogyanya suatu hasil samping dan akan dikembalikan ke alam, perlu menjadi perhatian kita khususnya hal-ihwal pengelolaan material itu. Para pakar pengelolaan lingkungan memberikan penjelasan bahwa terdapat saling hubungan erat antara manusia sebagai sumber timbulan dan apa yang ditimbulkan itu. Keduanya bukan lagi sebagai aspek peninjauan tetapi telah menjadi faktornya.
Ada hal yang menarik dalam pemikiran, setelah penulis mendapatkan fakta bahwa hubungan sebab akibat keduanya dalam pengelolaan. Tujuannya adalah menyerahkan kembali bahan organik kepada alam agar alam melakukan proses dekomposisi. Mesin alam mikroorganisme adalah sejawat. Tetapi adanya konsentrasi kegiatan seperti di perkotaan, membuat mikroorganisme perlu dibantu. Dalam dunia analisis disebut sebagai persiapan-persiapan atau preparasi.Hubungan kita menjadi sangat dekat dengan bahan buangan organik dan berkenaan material itu banyak dilingkupi berbagai sebab tindakan kita.
Hubungan menarik itu adalah berkenaan dengan kita akan membuat peraturan mengenai sampah organik pada tataran teknis. Musyawarah mengenai sampah organik di RT atau RW, suatu ujung daerah implementasi peraturan yang lebih tinggi, dari peraturan daerah hingga UU, seyogyanya menyadari bahwa ada sebab berasal dari material itu. Fakta yang muncul dari keinginan masyarakat untuk mengelola sampah organik mempunyai sebab kondisi sampah itu yang berkaitan dengan bagaimana proses dekomposisi, agar hukum alam siklus dapat berjalan. Hukum alam berkenaan dengan konservasi.
Dimanakah sebab itu berada? Mikroorganisme, sejawat kita dalam peran di lingkungan melakukan dekomposisi bahan organik, kemauan selnya tergantung dari berapa angka perbandingan unsur karbon dan nitrogen. Angka perbandingan mempunyai koneksi dengan persepsi pengelolaan tentang peraturan pengomposan yang akan dibuat, mempunyai hubungan signifikan dan kausal. Oleh karena itu sampah organik dengan karakteristik kandungan karbon dan nitrogen antara lain menjadi sebab kita membuat suatu “isi” peraturan untuk kita. Peraturan itu dalam suatu proses terjadinya hukum alam terletak pada daerah preparasi agar “mesin” sel mikroorganisme mempunyai daya untuk membantu mengahasilkan pupuk dan humus. Kata pakar tanah, jangan sampai membuang bahan organik dalam logikanya memperkaya nutrisi dan memperbaiki fisik tanah, yang terjadi robbing nitrogen. Mikroorganisme justru mengambil nitrogen di tanah yang akan ditanami, karena karbon terlalu banyak di sampah organik itu.
Kadang temui pemberian kompos tidak dapat membantu menyediakan nutrisi tanah tetapi malah terus terjadi proses dekomposisi material organik. Karenanya nitrogen malah tersedot ke dalam sel mikroorganisme. Realitasnya tanaman tetap saja “kurus”. Hal ihwal komposting di negara maju dan pemikirannya dapat dilihat disini.
Di universitas Brawijaya pemikiran ini telah diseminarkan dengan judul Management
of Household Solid Waste Materials and Social Preception in Environmental Prone Region of Klojen District of Malang City. Masih akan ada lagi seminar trans-disiplin baik level magister maupun doktor. Lihat.
Menurut penulis nampaknya hal seperti di atas penting bagi officer bidang lingkungan,baik di pemerintahan maupun swasta untuk menambah wawasan pengelolaan lingkungan masing-masing.
Fakta tersebut memberikan implikasi yang luas dalam implementasinya.
Musim penghujan tiba dan sebagaimana kondisi ibukota Jakarta kembali dilanda banjir berat. Laporan terakhir kondisi jalan-jalan utama telah tidak dapat dilewati oleh karena ketinggian permukaan air di jalan-jalan itu. Stasiun televisi memberikan update berita pada umumnya memberikan keadaan akhir kondisi banjir Jakarta; Darurat Banjir, bukan darurat lainnya. Demikian kondisi ibukota menjadi sangat penting bagi semua orang untuk berpikir, memberikan pendapat, tips-tips menghadapi banjir itu.
Sebagai orang yang sedang belajar, saat ini lagi penuh-penuhnya informasi dari buku-buku teks lingkungan, karena memang sedang belajar masalah-masalah lingkungan hidup. Selayaknya dalam memberikan pendapat terlebih dahulu mengemukakan asumsi; bahwa Jakarta berada di bagian utara dengan kondisi alam tercipta sebagai hilir dari hulu di sebelah selatannya. Kondisi itu ditempati sebagai ibukota yang secara ekonomi lebih dari daerah yang lainnya, dan karenanya banyak orang berdatangan ke Jakarta. Dua hal itu membuat Jakarta tidak lain seperti saat ini; banjir di musim penghujan.
Pakar hidrologi menggambarkan daerah aliran sungai (DAS) seperti sehelai daun. Bagian hilir adalah tangkainya dan urat-urat daun merupakan bagian hulu. Tentu adanya air yang mengalir karena hulu mempunyai ketinggian lebih dibanding dengan hilirnya. Diilustrasikan seperti sehelai daun dengan bagian tepi saling mendekat. Mengikuti gambaran para pakar tersebut, suatu areal berada di provinsi Jawa Barat (Bogor dan sekitarnya) dan Jakarta; juga dapat digambarkan tangkai daun berada dijakarta dan helai daun beserta urat-urat berada di bogor dan sekitarnya.
Konsep yang diturunkan untuk menyelamatkan Jakarta pada cuaca ekstrim seperti skarang, apakah dapat memutar sehelai daun itu agar tangkainya berada disebelah timur, barat atau selatannya lagi? Berapa puluh tahun untuk mengalihkan urat-urat daun sesuai tangkai yang ingin ditempatkannya?
Eropa dan Asia ada terusan Suez yang pernah dibuat, Pasifik dan Atlantik ada terusan panama. Kota-kota di Amerika dan Italia pernah ngotot untuk mengalirkan air sebab kekurangan dan menyusun keindahan. Sebaliknya Jakarta ingin mengurangi airnya.
Alam memberikan peluang kreasi-kreasi untuk apa yang diinginkan oleh manusia dalam keadaan kekurangan dan kelebihan air. Mudah-mudahan mengalihkan tangkai daun bukan suatu konsep yang berat.
Musim penghujan telah sampai kepada presipitasi dengan frekuensi yang tinggi khususnya di Indonesia. Frekuensi berita dengan kabar tentang banjir dan luapan air juga begitu tinggi disertai dampak-dampaknya. Sebelum dampak terjadi banyak efek perubahan yang ditimbulkan sebagai awal terjadinya dampak. Logika akan terus menelusuri hubungan kausalitas antara perubahan yang kita perbuat dan efek yang ditimbulkan atas perubahan alam. Telah menjadi argumentasi yang umum bahwa kita ingin maju dan sejahtera dan Tuhan telah pula menyediakan semuanya di alam ini. Hal ini kemudian menjadi asumsi untuk penyediaan kehidupan yang sejahtera.
Keseimbangan juga telah menjadi asumsi apabila kita akan mengurangi banyak efek perubahan alam, bahkan untuk meniadakan efek perubahan alam agar dampak berkurang dan bahkan tidak diinginkan terjadi.
Keseimbangan siklus air yang ada di pool bumi dan udara banyak faktor yang nampak. Fokus kesimbangan antara air yang datang dari udara menuju bumi dapat dimengerti ada pada pepohonan dan anggap saja ia sebagai payung.
Pertama, payung pepohonan itu akan menangkap air hujan untuk tidak langsung jatuh ke tanah dan kuantifikasi air yang membasahi dedaunan dapat dilakukan. Kedua, tahapan air mulai menetes ke tanah hingga hujan berakhir juga dapat dikuantifikasi.
Faktor lainnya masih banyak dipelajari seperti, kondisi tanah atau jenis tanaman pepohonan yang berdaun sempit atau lebar.
Perhatian kepada jumlah air yang membasahi areal berjuta-juta Ha apabila dikuantifikasi dan tidak kembali ke udara berarti akan menjadi jenis air run off. Pertanyaannya adalah bagaimana mentransformasi payung pepohonan yang memungkinkan jumlah air sedemikian besar volumenya yang ditangkap dedaunannya, dengan kondisi normal akan kembali ke udara. Hilangnya payung tersebut perlu bentuk lain sebagai pengganti agar dapat disalurkan melalui drainase yang kita buat.
Kesimbangan dari faktor ini bila realitasnya tidak banjir, dapat berarti transformasi telah terjadi.
Pertanyaan selanjutnya, bila transformasi telah mencukupi, apakah faktor penghambat dari banyaknya sampah di aliran drainase masih ada?
Transformasi tersebut nampaknya bukan hanya fisik lingkungan saja, tetapi ada faktor pengetahuan, persepsi dan sikap sosial kita terhadap lingkungan sekitar.
Sampah merupakan benda yang dianggap oleh pemiliknya tidak dipakai lagi dan dalam kondisi terbuang. Benda-benda tersebut banyak memiliki kategori dan pengetahuan tentang hal itu masih “mengejar” istilah yang sama agar dapat dimengerti pengelolaannya. Masyarakat telah menunjukkan pengakuan yang sama bahwa ada dampak yang terjadi dan akan terjadi bila tidak dikelola dengan baik. Bahkan ajaran agama memberikan motivasi agar menjaga kebersihan sekaligus kesucian dalam arti lebih kepada penjagaan kesehatan diri sendiri, masyarakat dan lingkungan sekitar. Dampak telah kita rasakan yaitu estetika seperti bau di udara yang tidak sedap, pencemaran juga terjadi pada air dan tanah. Kandungan paling tinggi adalah penyebab pencemaran itu dan menunjuk kepada istilah benda/bahan biodegradable.
Pengelolaan terhadapnya saat ini lagi mengemuka adalah isu pengomposan dari tingkat rumah tangga atau rumah tangga penghasil timbulan sampah, Tempat pembuangan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu bahkan isu nasional pada skala kota adalah metode sanitary landfill. Pengelolaan sampah berusaha menemukan manfaat lain dan hal itu meniru alam, tepatnya seperti siklus zat. Oleh karenanya khalayak telah ramai mengejar manfaat sampah melalui pengomposan bagi bahan biodegradable. Sedangkan selain bahan itu diusahakan untuk dapat menemukan manfaat yaitu menghasilkan nilai harga ekonomi.
Berikut link untuk sedikit pengetahuan berkenaan dengan upaya mengejar manfaat dengan aktivitas pengomposan.
– Pengetahuan sampah organik
– Membuat kompos rumah tangga
– Membuat kompos rumah tangga dan bisnisnya
– aneka link pengetahuan pengomposan
Semoga bermanfaat.